Tuesday, December 13, 2011

Love is Ours

                Disiplin, keras, dan indah. Itulah Nation Hall School. Surga bagi anak-anak rajin. Neraka bagi kemalasan.
                Bangunan tua yang menjulang tinggi bermodel klasik dengan warna coklat yang mulai memudar telah menjadi saksi persaingan orang-orang besar di dunia selama berpuluh-puluh tahun. Beberapa perenovasian tidak mengubah kesan kuno gedung megah tersebut. Gedung utama serta asrama yang mengelilingi diselimuti oleh indahnya padang rumput. Warna-warni bunga di musim panasmenebar harum di pagi hari. Lembah terjal nan memukau menjadi halaman yang tidak ada duanya. Gemericik air terjun mengiringi segala aktivitas di dalamnya.
                Nation High School telah banyak mencetak bibit-bibit ahli. Namun, tak sedikit pula siswa keluar dengan air mata. Bukan karena tidak lulus. Tapi karena kedisiplinan yang tidak bisa dijaga
****
                Ashley Mc Ict menjajaki kakinya dengan canggung. Dia melihat orang-orang asing disekelilingnya. Tidak ada satu pun dari beratus-ratus anak disana yang ia kenal. Ashley berjalan tanpa ia tahu ia harus kemana.
Excuse me,” Ashley dikagetkan dengan sebuah sentuhan dibahunya. Ashley membalikkan badannya dan melihat seorang gadis cantik berdiri sambil tersenyum.
Yes,can I help you something,” jawab Ashley.
                Gadis itu menjulurkan tangannya ke arah Ashley.
I’m Thifal Yuna. Apakah kamu tahu tempat pendaftaran ulang. Aku sudah berkeliling. Tapi aku tidak menemukannya.”
                Ashley menjabat tangan gadis itu. Logat Arab yang kental, pikirnya.
I’m Ashley. Aku juga baru sampai disini. Dan aku belum sempat berkeliling. Bagaimana kalau kita mencari sama-sama?”
                Usulan Ashley disetujui. Bersama-sama mereka mencari tempat registrasi. Mereka berjalan memasukki gedung mewah itu. Tulisan ‘welcome’  terpampang jelas di atas pintu menyambut para siswa baru. Ashley dan Yuna terkagum-kagum dengan hiasan di dalam gedung itu, ukiran-ukiran lembut memenuhi tembok. Lukisan-lukisan abstrak turut ambih alih dalam memperindah ruangan itu. Karena terlalu terpesona dengan yang ia lihat, Yuna tidak menyadari bahwa ia menabrak seseorang.
“Aaww..”
                Yuna merasa bersalah karena telah membuat orang berada di depannya jatuh terjerembab.
I’m so sorry.. Oh God..” kata Yuna tulus sambil membantu gadis itu berdiri.
Never mind. I’m Opal. Cetta Opal,” gadis itu memperkenalkan diri.
                Yuna tersenyum lega karena gadis itu tdak marah padanya. Ia pun memperkenalkan diri dan juga memperkenalkan Ashley. Setelah saling berkenalan, Cetta mengantarkan Yuna dan Ashley ke meja regristasi. Lalu mereka berkumpul di aula sekolah seperti yang diminta oleh petugas registrasi. Mereka mengambil tempat di salah satu sudut ruangan.
Welcome to Nation Hall School.. Saya Mag Socha, selaku kepala sekolah berterima kasih kepada Anda yang telah begabung dengan kami. Semoga yang sudah menjadi pilihan Anda tidak akan menjadi penyesalan untuk Anda.”
                Prof. Socha atau yang biasa dipanggil Madam Socha mengumumkan berberapa peraturan yang harus ditaati oleh para siswa. Pembagian kelas yang telah diatur sekolah tak lupa dibacakan wanita lanjut usia tersebut. Perkenalan guru-guru di sekolah tersebut juga menjadi salah satu acara dalam pembukaan tahun ajaran baru.
“Setelah ini, kalian bergegas ke asrama. Kamar silahkan Anda pilih sesuai keinginan kalian. Tapi jika Anda sudah menetapkan, tidak ada kesempatan untuk bertukar tempat. Lalu pergi ke tata administrasi dan beri tahu petugas nomor kamar kalian. Pembelajaran akan dimulai esok hari. Silahkan gunakan waktu Anda sepuasnya hari ini, sebelum Anda masuk ke tugas-tugas yang akan memenjarakan Anda."
                Mendengar mereka harus memilih kamar, para siswa langsung berhambur menuju asrama dengan harapan akan mendpatkan kamar yang strategis. Asrama Putri berada di sebelah barat gedung utama. Sedangkan asrama putra berada di sebelah timur.
                Tidak seperti teman-teman mereka, Yuna, Ashley, dan Cetta berjalan santai. Bagi mereka, nyaman atau tidaknya kamar yang ditempati tergantung dari penghuninya. Jika yang menempati rajin membersihkan, pasti kamar tersebut akan selalu nyaman di tempati.
                Mereka bertiga sampai di lorong lantai kelima. Lantai teratas gedung tersebut. Kamar yang tersisa hanya ada di ujung lorong. Bunyi mendecit keluar saat Cetta membuka pintu kamar. Bau debu tercium dari kamar tersebut. Melihat kondisi kamar yang begitu kacau, mereka bertiga berpandangan sambil tersenyum.
IT’S TIME TO CLEAN UP....” teriak merka bertiga.
                Yuna dan Ashley mengambil sapu, kain pel dan lap di ruang kebersihan. Sedang Cetta membuka kain-kain yang menutupi barang-barang yang ada di ruangan itu. Dengan semangat mereka membersihkan kamar yang akan mereka tempati. Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat, dan mereka telah mendapatkan kamar yang layak untuk ditempati.
                Kamar yang awalnya tampak angker menjadi indah dan enak dipandang. Sebenarnya, kamar ini tidak terlalu buruk. Setelah dibersihkan, kamar ini terlihat luas. Yuna, Ashley dan Cetta juga bisa menikmati pemandangan air terjun dari jendela kamar mereka. Tempat tidur, kasur, meja dan bangku belajar mereka susun sesuai dengan keinginan mereka.
Tok… Tok… Tok…
                Suara ketukan pintu mengagetkan mereka. Mereka bertiga melihat ke arah pintu. Seorang gadis dengan pakaian yang sangat sederhana berdiri disana. Tubuhnya polos tanpa hiasan apapun. Sepatunya yang lusuh mengimbangi penampilannya.
Excuse me… Apakah masih ada tempat disini? Aku belum mendapatkan kamar.”
Come in please. Masih ada satu disebelah sini,” kata Ashley sambil menghampiri gadis itu dan mengajaknya masuk.

                                

To: Someone

To : Someone

Hatiku terjebak dalam dilema..
Kepada nafsu atau perasaan sejati..
Entah sampai kapan aku begini??
Hilang dalam perasaanku sendiri..
Tenggelam dalam kepercayaan diri yang sesat..
Terkubur dalam pahitnya perasaan..
Aku ingin pergi..
Tapi semakin ku memaksa keluar..
Nyeri dihatiku makin terasa..


7 Oktober 2011,
Aisyah Kusumadewi
(Mizz Blue)

Saturday, December 10, 2011

To: Someone

To : Someone

Mata ini lelah untuk terbuka..
Namun sulit untuk ku pejamkan..
Wajahmu tak dapat lenyap dari otakku..
Suaramu terngiangmu di telingaku..
Aku lelah diikuti bayang-bayangmu..
Kamu tak pernah pedulikan aku..
Kamu yang acuh akan keberadaanku..
Sampai kapankah aku mengharapkanmu?
Haruskah sampai engkau benci padaku?

15 Agustus 2011
Aisyah Kusumadewi
(Mizz Blue)

Friday, December 9, 2011

To: Someone

To : Someone

Di siang hari yang terik..
Angin bertiup kencang..
Daun berguguran..
Daun berjatuhan..
Pikiranku melayang kepada dirimu..
Sosok yang mengalihkanku dari duniaku..
Berusaha mencari perhatianmu..
Yang selalu mengabaikanku..
Kapankah engkau mengerti hatiku?
Hati yang selalu membutuhkanmu..

15 Agustus 2011
Aisyah Kusumadewi
(Mizz Blue)

Cleo dan Patra


Cleo & Patra

  Akankah cinta yang hilang dari genggaman kita akan kembali pada kita?
  Apakah benar seseorang yang sudah jauh dari angan kita, akan datang menghampiri kita lagi?
  Tidak ada yang tidak mungkin.
  Kalau kita percaya, yakinlah bahwa yang kita inginkan akan menjadi kenyataan.
~ ~ ~ ~ ~

   Cleo menyeka keringatnya yang menetes di dahinya. Dia membuka sepatu dan kaos kakinya, lalu meletakannya dilantai depan kamar yang dijadikan rak sepatu oleh keluarganya.
“Eh,,anak Mama udah pulang,” sapa Rosa kepada anaknya yang terduduk di sofa yang tidak empuk lagi. “Gimana PTN-nya? Bisa?”.
“Huh,,lumayan Ma.. Ada yang bisa, ada yang enggak. Capek banget nih.. Pegel berjam-jam di kelas,” Cleo mencomot tempe goreng yang tersuguh di meja.
“Ganti baju dulu sana. Gerah banget keliatannya.”
  Cleo menuruti perintah Mamanya. Dia bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti bajunya yang lepek karena keringat. Dia melepaskan jilbab, kemeja, dan celana jeans biru kesayangannya. Sebagai gantinya, Cleo memakai kaos oblong dan celana pendek tidak bermerek.
  Setelah berpakaian, Cleo menuju ruang makan, mengambil sepiring nasi dan makan bersama mamanya di ruang tamu. Walau sebenarnya rumah Cleo mempunyai ruang dan meja makan, dia dan keluarganya lebih suka makan di ruang tamu yang sekaligus berfungsi sebagai ruang televisi.
  Untuk menemani makan siangnya kali ini, Cleo memilih untuk menyaksikan  acara berita dari salah satu televisi swasta. bukan karena Cleo suka berita makanya dia memilih siaran berita, tetapi karena Cleo menunggu salah satu acara musik kesukaanya.
“Saya berharap kalau anak-anak yang mengikuti PTN hari ini meilih Universitas Guna Jaya sebagai salah satu universitas tujuan mereka,” kata seorang pria yang diwawancarai oleh reporter tivi swasta tersebut.
  Cleo mengenali suara itu. Persis seperti yang ada dalam bayangannya. Saat Cleo mengalihkan pandangannya ke sudut bawah layar kaca, Cleo merasa tidak asing dengan nama yang tertulis.
  Patra Rezki Sutomo?
  ~ ~ ~ ~ ~

“Makasih ya Mas udah mau di ganggu.”
“Halah,, nyantai aja.. Itung-itung promote kampus juga,” kata seorang pria sambil menyunggingkan senyum kepada seorang wanita yang baru saja mewawancarainya.
  Setelah menyalami cameraman dan reporter dari salah satu stasiun televisi yang baru saja meminta tanggapan padanya, pria itu mohon pamit. Dia berjalan cepat namun santai menuju ke sebuah kantin. Jam memang telah menunjukkan jam makan siang. Pria itu mengarahkan matanya ke sekeliling mencari rombongan teman-temannya. Tanpa perlu berlama-lama untuk mencari, pria itu berhasil menemukan teman-temannya sedang berkumpul di pojok kantin.
“Sini Bro,” panggil salah satu temanya.
  Pria itu pun menghampiri temannya yang sedang tertawa ria.
”Widiii... Ini dia artis yang baru konferensi pers. Patra Sihombing,” canda salah satu temannya.
”Itu Petra dodol... Gue Patra.. Pake A bukan E..” kata lelaki itu yang ternyata bernama Patra.
”Sama aja.. Cuma beda satu huruf aja. Ehh,, ada bedanya deh.. Kalo dia artis terkenal, kalo elo artis juga sih.. Tapi gak terkenal,” gurau temannya.
  Kali ini Patra tidak menghiraukan teman-temannya. Dia leih memilih pergi untuk memesan semangkok bakso ke penjual langganannya untuk memuaskan hasrat perutnya.
  Setelah merasa kenyang Patra memutuskan untuk pulang ke kostannya yang berjarak tidak terlalu jauh dari kampusnya. Hari itu dia merasa sangat lelah dan dia ingin berbaring di kasurnya yang empuk. Tidak terasa dia sudah  berjalan sekitar sepuluh menit. Sampailah Patra di kostannya yang ramai. Maklum saja, kostan Patra ditinggali oleh lebih dari lima belas laki-laki yang umumnya masih mahasiswa tanpa dipantau oleh induk semangnya.
”Pat,, ayo gabung..,” ajak salah satu penghuni kost.
  Patra tersenyum dan menggeleng.”Mau ke kamar. Duluan ya.”
  Patra menaiki tangga dan berjalan menuju kamarnya. Kamar Patra memang terletak di lantai dua.
”Akhirnya..” gumam Patra. Dia melemparkan dirinya ke atas kasur. Pikirannya melayang pada seorang gadis. Gadis cantik yang pernah dekat dengannya.
  ~ ~ ~ ~ ~
  Tangan Cleo mendingin. Jantungnya berdegup kencang. Cleo mulai memberanikan diri untuk mengetik sebuah situs web. Tak lama situs web itu terbuka. Cleo mengarahkan mouse yang ada di tangannya ke tulisan ”Pengumuman SMPTN”. Saat itulah matanya tidak beralih ke dari komputer yang ada di depannya.
”Selamat Anda di terima di Universitas Guna Jaya di Jurusan Teknik Mesin.  YYEEE.....” Cleo berteriak. Namun teriakannya terhenti. Dia kembali membaca sederet tulisan yang ada di depannya.
”APA?? Universitas Guna Jaya??” Pikirannya berusaha mengingat apa yang terjadi saat PTN.
  Mampus gue.. batinnya.
  Dengan wajah ketakutan,Cleo memberikan hasil PTN kepada orang tuannya yang juga tengah menunggu pengumuman PTN Cleo.
”Cleo?? Kok Universitas Guna Jaya??” tanya Harjo, Papa dari Cleo.
  Cleo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ”Iya Pa. Kayaknya ada salah deh.”
”Lha Cleo dulu ngisinya apa? Universitas Panca Karya sama Universitas Darma kan??”
”Itu juga Ma.. Cleo takut salah milih antara Universitas Panca Karya atau Universitas Guna Jaya. Soalnya dulu Cleo kan ngantuk banget gara-gara belajar sampe malem.Jadi gak teliti deh.”
  Cleo berserta orang tuanya terdiam. Mereka bingung. Di satu sisi, mereka menganggap bahwa Universitas Guna Jaya adalah salah satu universitas terbaik. Tapi orang tua Cleo menginginkan anaknya masuk Universitas Darma. Sedangkan Universitas Panca Karya hanyalah pilihan kedua yang bagi mereka tidak berpengaruh apa-apa karena mereka yakin Cleo akan asuk Universitas Darma. Tapi kenyataan berkata lain.
  Setelah menimbang-nimbang, Cleo memutuskan memilih Universitas Guna Jaya, karena Cleo merasa harus bertanggung jawab atas keteledoranya.
  Sebulan kemudian, Cleo dan Rosa, mamanya berangkat ke Bandung untuk mendaftar ulang di Universitas Guna Jaya, sekaligus mencari rumah kostan untuk Cleo tinggal selama dia berkuliah di Bandung.
  Sesampainya di Bandung, Cleo dan mamanya langsung meluncur ke Universitas Guna Jaya. Cleo dan Rosa mengurusi administasi dan melihat pengumuman untuk OSPEC. Lalu mereka berjalan-jalan melihat-lihat kota Bandung dan mencari kost-kostan yang dekat dari kampus dan nyaman untuk ditinggali.
  Kayaknya gue bakal betah disini.
  ~ ~ ~ ~ ~
  Patra menyiapkan diri dengan sebaik mungkin. Ini adalah hari pertama ia menjadi panitia OSPEC. Selama dua tahun kuliah di Universitas Guna Jaya,  baru kali ini ia tertarik untuk  berpartisipasi di acara kampus.
  Setelah sarapan Patra  berangkat ke kampus dengan mobil kesayangannya. Walau arah dari kostannya ke kampus memang relatif dekat, tapi Patra memutuskan untuk membawa mobil silvernya untuk  berjaga-jaga jika mobilnya dibutukan.
  Tak sampai sepuluh menit, Patra sampai dikampusnya. Ia  bergegas ke ruang senat, tempat  berkumpul panitia OSPEC.
  Saat jam tepat menunjukkan pukul sepuluh, OSPEC pun dimulai.
  ~ ~ ~ ~ ~
  Cleo  berjalan cemas. Ia memasuki sekolah  barunya dengan tegang. Ia merasa takut karena ia tidak mengenal satu pun orang yang ada disana. Tiba-tiba terdengar  bunyi sirine, dan segelintir remaja  berpenampilan culun berlari-lari kecil menuju lapangan. Melihat orang-orang yang senasib dengannya  berkumpul, Cleo memutuskan untuk  bergabung dengan mereka.
”PAGI SEMUA.......” teriak seorang senior perempuan  berpawakan tinggi  besar. ”SEKARANG SAYA MAU KALIAN MEMPERKENALKAN DIRI.. DIMULAI DARI KAMU, CEWEK GENDUT YANG PAKE JILBAB.”
  Merasa ditunjuk, Cleo  berdiri dan memperkenalkan diri. ” Nama saya Cleo Dwi Kusuma. Saya lulusan SMA Bakti Negeri Yogyakarta”.
”OH.. SMA BAKTI YOGYAKARTA. PATRA.. TRA.. ADA ADEK KELAS KAMU,” kata seorang senior lainnya yang mempunyai postur lebih pendek. Lalu, seorang laki-laki yang dipanggil tadi keluar. Cleo terhenyak melihat laki-laki yang dikenalinya. Tapi Cleo juga senang  bisa  bertemu dengan seseorang yang lama tidak dijumpainya.
~ ~ ~ ~ ~
  Udara pagi masih menyelimuti kota Bandung. Kabut pun masih merayu para insan agar tetap berbaring di peraduan. Nyanyian rerumputan yang merdu menggoda mata untuk tetap terpejam.
  Patra belum sepenuhnya sadar dari mimpi indahnya. namun kicauan satpam kostan memaksanya beranjak. Ia berjalan malas menuju pintu.
”Kenapa sih Pak?? Pagi-pagi udah ganggu?” gerutu Patra.
”Maaf mas, ada yang mau ketemu. Mereka ada di ruang tamu.”
  Dengan jengkel Patra menemui tamu yang tidak disebutkan namanya.
”Patra??”
  Wajah lesu Patra mendadak menjadi cerah.
”Ayya?? Apa kabar kamu?”
” Baik alhamdulillah. Kayaknya kamu juga makin seger aja?? Anyway, katanya sih Clecis masuk di Universitas Guna Jaya juga ya? Udah ketemu?” tanya Ayya berbasa-basi.
  Patra hanya mengnangguk malu. Ia teringat, sewaktu di masih di SMA, Clecis yang merupakan juniornya pernah blak-blakan ’menembaknya’.
”Oya, aku lupa. Patra, kenalin, ini calon suami aku. Rio. Kita ke sini mau ngundang kamu ke pernikahan kita. Kira-kira dua minggu lagi.”
  Bagai badai menerjang di siang hari. Hati Patra di serang petir. Ia tak pernah menyangka kalau wanita yang dicintainya memutuskan untuk menikah dengan orang lain.
Dengan suara bergetar, Patra berusaha mengucapkan selamat kepada sepasang kekasih yang ada di depannya.
~ ~ ~ ~ ~
  Hari keempat Cleo menuntut ilmu di kampus yang tidak pernah ia pilih. Namun ia mulai menyukai sekolah barunya.
  Saat berjalan ke kelasnya, Cleo melihat Patra duduk termenung di angku taman. Cleo memberanikan diri menemui seniornya yang sedang murung.
“Hhmm.. Ada apa kak?” tanya Cleo setelah dia mengumpulkan keberanian.
  Patra melihan Cleo sinis.
“Kenapa sih kamu ngejar-ngejar aku? Aku gak suka sama kamu. Kenapa kamu gak kuliah di tempat lain aja? Apa kamu yang nyuruh Ayya buat nikah sama cowok lain?”
  Cleo kaget. Ia tidak menyangka kalau niat baiknya akan disambut dengan kemarahan. Cleo memang mencintai Patra. Ia juga pernah lepas kendali, sehingga ia memberanikan diri menembak Patra. Tapi itu telah terjadi dua tahun lalu. Sekarang, Cleo masih mempunyai perasaan pada Patra. Tapi Cleo tidak akan berbuat sejauh itu seperti yang dituduhkan padanya.
“PATRA!! Jahat banget omongan kamu? Aku nikah karena emang aku yang mau. Aku cinta sama Rio. Aku gak ada perasaan apa-apa lagi sama kau.”
  Patra dan Cleo terdiam melihat Ayya dan Rio ada di belakang mereka.
“Kak Ayya? Kok ada disini?”
“Iya dek. Kak Ayya sama Kak Rio,calon suami kakak mau mengundang Patra ke pernikahan kita. Dan hari ini, kakak mau balik ke Jogja. Kakak mau pamit sama Patra,” Ayya menyunggingkan senyum pada Cleo. Lalu Ayya mendekati Cleo, dan membawanya ke dekat Patra.
“Patra, cinta itu gak selamanya bisa bertahan. Harusnya kamu salut sama Cleo yang masih cinta sama kamu. Dan kalo aku jadi kamu, aku akan belajar mencintai dia.”
“Kak, aku sekolah disini karena aku gak sengaja milih sini. Dulu aku mau milih Universitas Panca Karya, tapi aku salah milih, karena aku dulu lagi ngantuk berat. Dari pada aku ujian lagi, lebih baik aku tetep di sekolah yang udah aku pilih. Walau pun itu gak sengaja,” jelas Cleo.
  Patra membisu. Hatinya bertanya-tanya. benarkah Cleo masih menaruh hati padanya.
“Ya, kamu tau dari mana kalo Cleo masih suka sama aku?”
  Ayya tersenyum mendengar pertanyaan karibnya. “Kamu gak sadar dari cara dia ngeliat kamu? Memperhatiin kamu? Dia sayang sama kamu Patra.”
  Patra tersadar bahwa ada wanita yang mencintainya, tapi  telah ia lupakan begitu saja. Patra lalu menggenggam tangan Cleo.
“Dek, sorry ya kalo selama ini kakak lupa sama kamu. Kakak pikir dulu cinta kamu Cuma cinta sesaat. Tapi kakak sadar, kakak udah mengabaikan cinta yang ada di depan kakak. Mau gak adek ngajarin kakak supaya kakak cinta sama kaahamu?”
“Kak, aku gak mau maksain perasaan kakak. Aku gak mau kakak cinta sama aku cuma sebagai pelampiasan. Aku lebih seneng kalo kakak bahagia, walau gak sama aku, ” ucap Cleo tulus.
  Patra semakin yakin bahwa Cleo jujur dalam perasaannya. Patra bertekad dalam hati untuk belajar dan akan terus mencintai Cleo.
  Cleo pun tidak pernah memaksa Patra untuk cepat-cepat mencintainya. Cleo tetap sabar menunggu hati Patra jatuh padanya, walau pun Cleo tahu hal itu memerlukan waktu yang tidak sebentar.
~ ~ ~ ~ ~
  Sejauh apa pun hati terpisah, tapi kalau takdir yang bicara, tidak akan ada yang bisa menentang.
~ TamaT~